ZOOM

ZOOM
gaya

Selasa, 01 Maret 2011

SEJARAH PERKEMBANGAN ISLAM PADA MASA BANI UMAYAH I Di DAMASKUS

A. Pendahuluan
Dinasti Umayah berjalan kurang lebih selama 89 tahun yaitu dari tahun (40-132 H / 661-750 M.) tapi dalam hal ini ada yang berpendapat dinasti umayah berjalan selama 90 tahun. Dalam perbedaan pedapat ini hanya selisih satu tahuun. Dinasti dalam sejarah telah banyak melakukan kontribusi positif dalam rangka penyebaran dan pengembangan islam islam itu sendiri. Meskipun ada sebagian dari para kholifah pada saat itu yang tidak membuahkan keberhasilan yang cukup signifikan atau bahkan menjerumuskan citra dinasti umayah itu sendiri.
Peta perjalanan dinasiti umayah ini ternyata pergerakannya tidak semata-mata dalam meyebarkan agama islam itu sendiri, akan tetapi lebih kepada pergerakan poliktik yang kadang-kadang barbau kepantingan pribadi terutma di kalangan pemimpin (kholifah). Sehingga menimbulkan disintegrasi baik di kalangan pejabat atau masyarakat pada saat itu
Peranan politik negara pada masa ini cukup jelas, yaitu dengan melihat sistem ketatanegaraan yang telah ada pada saat itu. Misalkan ketiaka dinasiti Umayah mengadakan penaklukan kedaerah yang lain, juga dilihat dari perjalanan pemerintahannya yang sudah ada lembaga institusi negara yang cukup sangat berperang penting dalam memajukan negara sehingga ke emasan atau masa kemajuan pada saat itu bisa dirasakan, hal itu tidak terlepas dari dengan tatanan politik yang bagus.
B. Awal Berdirinya Dinasti Umayah
Dinasiti Umayyah (sebut: Umayah) mengambil nama keturunan dari Umayah ibn Abdi Syam ibn Abdi manaf. Dia adalah seorang yang terkemuka pada masa jahiliyah, bergandengdengan pamannya yaitu Hasyim Ibn Abdi manaf. Keduanya sama-sama berebut pengaruh dalam peroses politik pada zaman jahiliyah. Akan tetapi, Hasyim ibn Abdi Manaf kalah dengan keponannya, Umayah lebih dominan pada saat itu. Karana Umayah itu sendiri adalah penguasa yang kaya raya dan dengan demikian lebih mudah dalam mempengaruhi suku Quraiys sehingga Hasyim tidak mampu mengimbangi Umayah keponaannya.
Dinasti Umayah adalah panerus kholfaur Rasyidin yang telah berahir pada tahun 40 H. sepeninggalan khalifah yang ke 4 Ali bin Abi Thalib, kepemimpinan ummat islam digantikan oleh Hasan bin Ali, setelah Hasan meninggal kekuasaan pada saat itu pindahkan kapada Muawiyah bin Abi Sofyan. Namum dalam buku yang lain kematian Hasan pada saat akibat keracunan, dan Muawiyah menjadi penguasa tunnga pada saat itu, dan memindahkan ibu kota pemerinyahan yang semua di Kufa dan sebelumnya lagi di Madinah berganti ke Damaskus. Pada saat itu ada tiga tokoh kunci yang berpengaruh di kalangan dinasti Umayah. Mereka adalah Amr bin al-Ash, Mughirah bin Sho’bah dan Ziyad ibn Abih. Ketiga orang iniah yang membantu meletakkan fondasi dinasti Umyah. Muawiyah sangat segan terhadap mereka karena tiga orang tersebut karena mereka paham betul apa yang menjadi kekurangan dan kelebihan dirinya. Amr bin Ash adalah tokoh yang menyelamatkan Muawiyah pada saat perang Siffin, sementara Mughirah dan Ziyad dianggap sebagai tokoh yang memper-kokoh kedudukannya sebagai khalifah.
C. Kekhalifahan Umayah Di Damaskus
1. Muawiyah ibn Abi Sufyan (40-60/661-680 M)
Setelah kematian Hasan bin Ali akibat diracun, Muawiyah menjadi penguasa tunggal dan memindahkan ibu kota pemerintahan yang semula di Kuffah dan sebelumnya lagi di Madinah berganti ke Damaskus. Ada tiga tikoh yang berpengaruh besar dalam rangka mempertahankan Muawiyah sebagai kholifah pada saat itu, seperti telah di jelaskan diatas pada awal berdiriyanya bani Umayah dalam makalah ini.
Pada masa khalifah Muawiyah mengadakan perluasan ke daerah timur sampai ke Kabul, Kandahar, Ghazni, Balakh, bahkan sampai ke kota Bukhara. Selain itu kota Samarkan dan Tirmidz menjadi wilayah kekuasaanya. Pada masa itu , Muawiyah juga berusaha menaklukan kota konstatinupel ibu kota Romawai yang selau menjadi ancaman bagi kedaulatan ummat Islam. Sebanyak dua kali. Namun meskipun tidak berhasil, tentara Muawiyah berhasil menguasai pulau Rodes, Sijikas, Kreta, dan pulau-pulau lain di laut tengah (Ali 1976:326-329).
Kholfah Muawiyah pertama kali yang merubah pemerintahan dari corak republik menjadi monarki. Hal itu berdasarkan perkataan Muawiyah itu sendiri “saya adalah sultan pertama”, pernyataan ini dikutip dari Yaqubi dalam kitab al-Baidun (Ali 1976: 266-326). Pada 676 M. kholfah Umayah mengatakan bahwa anaknya sebagai putra mahkota yaitu Yazid sebagai putera mahkota.
Sistem pemerintahan yang munarki yang digagas oleh khalifah Muawiyah mendapat tantangan dari masyarakat, terbukti ketika Muawiyah pergi ke Mekah dan Madinah untuk meminta “restu” legitimasi dan mereka banyak yang memprotes akan pemerintahan yang demikian. Dan inilah merupakan cikal-bakal adanya kesenjangan antara Arab dan Mawali.
Muawiyah mimang dikenal dengan seorang administrator yang ulung. Dalam banyak hal dia melakukan banyak perubahan-perubahan. Dengan sifat tegas dan liciknya dia berhasil membujuk lawan politiknya. Dia juga yang pertama kali menerapkan Diwan al-Khatim, Diwan al-Barid dan Diwan áíwan. Disamping itu dibangun pos-pos pemeriksaan dalam rangka memengontrl gerak gerik musuh.
Menurut K. Ali, Muawiyah membagi dua kelompok dewan Syura yaitu Syura Khas (pusat) dan Mejlis Syura sementara (ad hoc). Dewan Syura dan majlis Syura menjadi media konsultasi Muawiyah dalam menghadapi permasalah yang dihadapi pada saat itu. Dengan demikan seakan-akan bentuk pemerintahan demokrasi akan tumbuh, akan tetapi lain halnya dengan Muawiyah yang tetap masih kokoh dengan pendiriannya yaitu sistem pemerintahan yang munarki. Sehingga bagi siapa saja yang mencoba menantang atau tidak terima akan hal itu maka pedanglah yang akan menghunusnya. Maka dengan demikian, masyarakat berduyun-duyun mengakui akan kesetiaannya kepada keputusan tersebut dan diangkatnya Yazid bin Muawaiyah sebagai putra mahkota.
D. Awal masa kejayaan Dinasti Umayah
2. Yazid I bin Muawiyah, (61-65 H/680-683 M)
Masa kekuasaan Yazid bin Muawiyah sangatlah singkat yaitu hanya berjalan selama 3 tahun. Kerana pembaiatan Yazid sebagai kholifah hanya mendapat perhatian setengah hati dari masyarakat Mekah dan Madinah. Akan tetapi Yazid mempunyai kemampuan dan memimpin perang lebih baik dibandingkan dengan Hasan maupun Khusen. Meskipun sistem pemerintahannya masih munarki, namun tetap mempertahankan Dewan Syura dan majlis Syura sebagai lambang pemerintahannya masih menganut sistem demokratis. Akan tetapi hal itu cuman menjadi topeng saja dalam rangka mengelabui masyarakat terutama di daerah Madinah dan Makah. Karena Yazid masih butuh pengakuan legitimasi dari masyarakat akan kepemimpinannya.
Preode Yazid ditandai dengan tiga keburukan dan hanya berbuat satu kebaikan, Yaitu pada masa pertama kekuasaan Yazid bin Muawiyah, cucu Nabi, Husen terbunuh di Karbala, sehingga gologan Syi’ah tidak terima dan menantang akan kekuasaan Yazid. Tahun kedua tentara Yazid menyerang abis-habisan kota Madinah dalam peperangan di Harra yang menyebabkan citra pasukan tercoren di muka sendiri, yaitu dengan diperkosanya wanita-wanita di daerah itu dan diantara orang tua disana tidak ada yang berani menyakan bahwa anak perempuannya masih perawan. Pada tahun ketiga tentara Yazid menyerang dan membakar ka’bah. Hal itu dilakukan karena Yazid sebagai khalifah tidak mendapat pengakuan dari para sahabat termasuk Kusen, Abdullah bin Zubair dan masyarakat Mekah dan Madinah. Sedangkan kebaikan Yazid pada saat itu hanya satu kali yaitu mangankatnya kembali Uqbal bin Mafi’I menjadi gubernur kedua kalinya di Ifriqiyah/Qayrawan. Setelah penyerangan di Bait Allah Yazid meninggal dunia pada 24 September 683 maka para tentara kembali ke Damaskus.
3. Muawiyah II bin Yazid (65-65 H/683-684 M)
Dalam menjabat sebagai khalifah Muawiya II tidak berlangsung lama. Kerena setelah beberapa bulan ia dinubatkan sebagai khalifah meninggal dunia. Muawiyah II ini terkenal dengan tidak tertariknya kapada kekuasaan sehingga ketika itu tidak ada semacam usaha Muawiyah II dalam rangka menjabat sebagai khalifah. Muawiyah II menjadi khalifah seakan-akan terpaksa karena tidak ada lagi yang dianggap pantas untuk menjadi pengganti Yazid sebagai khalifah dari kuluarga Muawiyah pada saat itu. Pada tahun itu khalifah Muawiyah II menjadi orang terahir dari keluarga dari keluarga Abu Sofyan, karena Muawiyah II tidak mempunyai putra, saudaranya Khalid bin Yazid diwabaikan oleh marwan yang diakui oleh para pembesar kalangan Umayah. Pada Saat itu negara membutuhkan khalifah yang kuat, dan Marwan dianggap pantas menjadi pengganti khalifah pada masa selanjutnya.
4. Marwan bin al-Hakam (65-66 H/684-685 M)
Setelah Marwan menjadi penguasa pada saat itu, dia menikahi ibunya Khalid atau istrinya Yazid bin Muawiyah yang ia diabaikan hak Walid sebagai pewaris khalifah Muawiyah II. Akan tetapi cinta tidak dapat bersemi dalam diri ibu Khalid sebagai ibu negara pada saat itu. Sehingga Marwan bin al-Hikam terbunuh dengan dicekik lehernya dalam keadaan tidur.
Akan tetapi akibat naiknya Marwan sebagai khalifah, keadaan negara semakin curat-marut sehingga denga segara mensahkan Abdul Malik sebagai pewaris tahata, yaitu putra dari Marwan itu sendiri.
5. Abdul Malik bin Marwan (66-86 H/685-705 M)
Setelah Abdul Malik bin Marwan manjabat sebagai khalifah, ia menghadapi banyak tantangan. Satu sisi muncul Muchtar sebagai pembela kematian Husen di Karbala. Di sisi lain musuh utama Umayah, Abdul bin Zubairi masih menjadi khalifah yang mengendalaikan Mekah dan Madinan (selama 9 tahun). Sementara orang-orang Kuffah juga menulak kedaulatannya. Juga kelompok Khwarij dan Syi’ah menggoyan pemerintahan Umayah.
Sebuah langkah yang strategis yang dilakukan oleh Abdul Malik bin Marwan dalam menyerang musuh-musuhnya. Sehingga dia berhasil membasmi semuanya. Sedangkan keberhasilan lain yang dilakukan oleh Abdul Malik adalah mengangkatnya Gubernur Jenderal Hajjaj bin Yusuf. Menjelang wafatnya Abdul Malik meninggalkan negara dalam keadaan aman, maka ia mendapat julukan sebagai pendiri Dinasti Umayah kedua. Dan paa saat itu dinasti Umayah memasuki pereode keemasan dan tingkat peradaban pada saat itu mulai membaik. Misalnya denga diresmikannya bahasa Arab sebagai bahasa resmi negara. Ia juga mencetak uang Arab dengan nama Dinar, Dirham, dan Fals. Dan pertama kali dalam sejararah bahasa Arab menggunakan titik (.) koma (,), dan memperbaharui Qawa’id yang sudah dimulai zaman khalifah Ali bin Abi Thalib yang ditugaskan kapada Abu al-Aswad al-Duwali.
6. Al-Walid bin Abdul-Malik (86-97 H/705-715 M)
Pada masa ini arus ekspansi islam mencapai puncaknya yang dimulai sejak masa khalifaur Rasyidin (Abu Bakar Shidiq). Pada saat itu peta islam paling luas dalam catatan sejarah, yaitu dengan tiga benu yang dikuasai, Asia, Afrika, Eropa (barat daya). Di daerah timur daerah kekuasaan bahkan sampai di anak benua India (wilyah pakistan sekarang), dan perbatasan Cina. Sementara dibagian Utara meliputi Aleppo (di barat laut), Asia kecil, Cesnia, dan Armenia sampai di timur laut, seberang sungai (ma Wara al-Nahr), termasuk sekarang yang disebut negara Turkmenistan, kergistan, Uzbegistan, Kazagistan di Asia tengah, termasuk Afghanistan dan Persia. Di bagian barat islam seluruh Afrika Utara sampai Semenanjung Iberia (Spanyol dan Portugal) dan sebagian Prancis serta kepulauan di laut tengan (Muir 1892: 355-370, Watts, 1893: 1-15, dan Yatim, 1993: 42-45).
Pada pereode al-Walid terkenal dengan negara yang damai dan rakyat mendapat jaminan keamanan. Ia dinilai sebagai panguasa yang merakyat. Banyak madrasah dan sekolah kedokteran ia dirikan. Sedangkan orang-orang lensia, lumpuh, orang gila dan wanita menderita yang tidak mempu membiayai anaknya karena suaminya sudah tiada atau mati akibat gugur dalam pertempuran mendapat jaminan hidup gratis. Khalifah yang satu ini dikenal suka terhadap sastra serta puisi. Untuk mengkaji Al-Qur’an dan Hadits dibangun pusat kajian islam di Mekah, Madinah, Basrah, Kufah dan tempat-tempat lain. Dan masjid-masjid dibangun dengan bagitu indah dimana-mana, baik di Damaskus, Mesir dan lain sebagainya. Dan setelah ditelusuru ternyata masa ini adalah masa yang paling luhur/agung.
7. Sulaiman bin Abdul-Malik (79-99 H/715-717 M)
Setelah Al-Walid bin Abdul Malik wafat, saudaranya, Sulaiman naik tahta sesuai dengan wasiat ayah mereka. Pada masa ini dinilai kurang baik dari masa sebelumnya. Di bawah pemerintahannya, ekspansi berlanjut ke bagian pegunungan di Iran seperti Tabiristan. Sulaiman juga memerintahkan serangan ke Konstantinopel, namun gagal. Di kancah domestik, dengan baik ia telah membangun di Makkah untuk ziarah, dan mengorganisasi pelaksanaan ibadah. Sulaiman dikenal untuk kemampuan pidatonya yang luar biasa, namun hukuman matinya pada ke-3 jenderalnya menyuramkan reputasinya.
Prestasi sulaiman perlu dicacat, yaitu dia membatalkan wasiat ayahnya dan mengankat Umar II sebagai penggantinya dan Ia mengabaikan saudara dan putranya dan mengankat Umar II bin Abdul-Aziz sebagai penggantinya.
8. Umar II bin Abdul-Aziz (99-102 H/717-720 M)
Umar bin Abdul-Aziz bergelar Umar II, lahir pada tahun 63 H / 682 – Februari 720; umur 37–38 tahun)[1] adalah khalifah Bani Umayyah yang berkuasa dari tahun 717 (umur 34–35 tahun) sampai 720 (selama 2–3 tahun). Tidak seperti khalifah Bani Umayyah sebelumnya, ia bukan merupakan keturunan dari khalifah sebelumnya, tetapi ditunjuk langsung, dimana ia merupakan sepupu dari khalifah sebelumnya, Sulaiman.
Pada masa pemerintahan Umar II semua kekayaan yang ia miliki dikirim ke kas negara. Namun sebelumnya Umar II adalah orang yang kaya raya. Ia didiskripsikan dalam salah satu buku sejarah sebagai seorang yang selalu gonta-ganti dan selalu terlambat kemasjid di hari jum’at karena pembantunya belum selesai merawat rambutnya. Akan tetapi ia tiba-tiba melompat ke puncak tanjakan hidupnya, meninggalkan semua kemewahan, untuk memikul tanggung jawab yang berat dengan semangat kepahlawanan. Dan pola hidupnya berubah menjadi sederhana, tetapi penuh dengan tanggung jawab. Dan mengedapankan kepentingan negara daitas kepentingan pribadi ataupun keluarganya.
Umar II dalam menata adiministrasi pemerintahan terfokus dalam dua krakteristik. Pertama memberikan jaminan dan keamanan bagi rakyat demi mewujudkan ketenangan dan keamanan. Ia meninggalkan kabijakan para penduhulunya yang terfokus kepada perluasan wilayah. Kedua demi mewujudkan keamanan dan ketertiban, baik ia pribadi maupun kebijakan pemerintah yang netral dan berda diatas golongan, ras, dan suku. Para pejabat negara yang tidak amanah maka langsung dipecat tanpa pandang bulu. Sehingga kesatalibilan politik dalam negeri pada saat itu sangat mapan. Setelah Umar II wafat, khalifah diganti Yazid II bin Abdul-Malik.
9. Yazid II bin Abdul-Malik (102-106 H/720-724 M)
Pada masa ini keadaan negara kembali kacau, Yazid II tidak mempunyai kewibawaan dan kebijakan yang dapat merendam konflik antar suku, ras dan golongan pada saat itu. Sedangkan gerakan Abbasiah sudah ada dimana-mana. Menyebabkan dinasti Umayah diambang pintu kehancuran,. Sebelum Yazid II wafat telah ditetapkan saudaranya sebagai pengganti khalifah selanjutnya, yaitu Hisyam bin Abdul-Malik.
10. Hisyam bin Abdul-Malik (106-126 H/724-743 M)
Ketika Hisyam bin Abdul-Malik menjabat sebagai khalifah keadaa negara bertambah kacau. bahkan kaamanaan dan ketenangan pada saat itu tidak ada sama sekali. Akan ia sebagai penguasa umayah terahir masih bisa menghidupkan kembali suasana kemanan dan ketenangan dalam negara. Jadi Hisyamlah yang khalifah umayah yang terbaik pasca Yazid II.
Masa pemerintahannya yang panjang merupakan pemerintahan yang berhasil, dan memperlihatkan lahirnya kembali berbagai perbaikan yang pernah dirintis oleh pendahulunya Umar bin Abdul-Aziz . Pergantian pejabat negara yang korup atau KKN dan tidak dapat melaksanakan tugas negara dengan baik di resafel di front timur maupun front barat sehingga kesetabilan negara kembali pulih. Dengan wafatnya Hisyam bin Abdul Malik maka masa keemasan dinasti Umayah berahir pula. Setelat itu khalifah diganti oleh Al-Walid II bin Yazid II.
11. Al-Walid II bin Yazid II (126-127 H/743-744 M)
Dengan wafatnya Hisam, (743 M)¬¬ Al-Walid II bin Azit II menjadi khalifah secara mulus, maka masa keemasab dinasti Umayahpun berahir. Ia memecat para pejabat dan kepala daerah semasa yang diangkat oleh pendahulunya dan diganti dengan kemauannya dan pilihannya sendiri. Meyebabkan negara yang ditinggal oleh pendahulunya dalam keadaan aman, menjadi serba kacau. Al-Walid berusaha mengankat dua putranya yang masih baligh menjadi putra mahkota, menjadi huru-hara dan tidak aman. Maka dalam kondisi ini para bangsawan Umyah turut campur tangan dan mengankat Yazid III, cucu men-diang khalifah Abdul al-Malik menjadi khalifah dinasti UmayahXII.
12. Yazid III bin Yazid II (127 H/744 M)
Yazid bin Walid bin Abdulmalik atau Yazid III (701 - 744) naik tahta hanya selama 6 bulan sebelum meninggal . Pada masa ini keadaan negara tambah kacau. Yaitu dengan pola pikir Yazid III yang tidak pada takdir buta yakni nasip manusia ditentukan oleh Allah, dan dalam hal ini mendapat tantangan besar dari ulama’ ortodoks. Kecemburuan sosial antara suku Yaman dan Mudhar, yang mana Yazid III pengankatannya berasal dari suku Yaman. Gerakan dinasti Abbasiyah mulai dilakukan dengan cara terang-terangan, monggoyahkan kedaulatan dinasti Umayah. Setalah Yazid III jatuh sakit, maka kaum kerabatnya mengankat saudaranya sabagai penganti.
13. Ibrahim bin Al-Walid (127 H/744 M)
Sebenarnya dalam masa pemerintahan Ibrahim bin Al-Walid berlangsung tidak lama. Sehingga diantara para sejarawan ada yang tidak mengakui akan Ibrahim sebagai khalifah dinasti Umayah. Karana tidak pernah diadakan pengokohan secara terbuka kapada rakyat pada masa itu. Akan tetapi dalam sumber lain, Pada masa pemerintahan Khalifah Ibrahim bin al-Walid, telah dilakukan penerjemahan buku-buku filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab. Hal ini mengakibatkan lahirnya golongan Mutakalimin, seperti Mu'tazilah, Jabariah, Ahlus Sunnah, dsb.
Setelah mendengar Yazid III marwan langsung menyeran tentara Ibrahim di Lebaha yang terletak diatara Damaskus dan Balbek. Ia berhasil mengalahkan tentara Ibrahim, maka Marwan yang semula sebagai gubernur Harran dinobatkan sebagai khalifah terahir pada masa dinasti Umayah.
14. Marwan II bin Muhammd (memerintah di Haram, Jazira), 127-133 H/744-750 M) Awal Runtuhnya Dinasti Umayah
Pada masa Marwan kaadaan negara serba sulit, dimana perang saurada terjadi dimana-mana, dan konflik di internal istana tidak bisa dielakkan. Ia menghadapi tantangan dari berbagai pihak, diantaranya dari kaum pemberontak di Palestina. Selain gencarnya gerakan Abbasiah. Pada saat bersamaan muncul ibnu Muawiyah, cicit dari Imam Ja’far (pernah menjadi syahid dalam peperangan di Muta saman Nabi Saw.). banyak pengikut Ibn Muawiyah yang mengakuinya sebagai khalifah, akhirnya dengan susah payah Khalifah Marwan mengalahkannya (744M).
Akan tetapi konflik kembali muncul dari orang-orang Persia dan Turki yang hubungan mereka mimang kurang harmonis, akan tetapi ketidak harmonisan itu memuncak ketika Marwan mendeklarasikannya sebagai khalifah dinasti Umayah yang ke XIV. Maka di timur Abu Muslim Khurasani sudah mengumumkan atas nama khlifah Abbasiah pada 747 M. yang menggoyahkan posisi Marwan II, akhirnya Marwan II harus menghadapi satuan tentara Abbasiah yang di dalamnya terdapat orang Syi’ah, Khawarij, dan kelompok-kelomppk serta suku-suku yang lain termasuk Muwali dari Afrika utara yang selama ini disingkirkan oleh khalifah dinasti Umayah. Mereka mulai gencar dan berda digarda depan yang memihak kepada Abbasiah berdama Mawali Persia melawan tentara Marwan II.
E. Masa Keruntuhan Dinasti Umayah
Dinasti Umayah berkuasa selama kurang 90 tahun, selama itu dinasti Umayah mengalami berbagai kemajuan dan kehancuran pada saat itu. Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa awal kejayaan dinasti Umayah adalah pada masa Yazid I bin Muawiyah, (61-65 H/680-683 M), meskipun pada sebelumnya sudah dilakukan berbagai macam usaha dalam rangka memajukan dinasti Umyah itu sendiri oleh khalifah pertama Muawiyah ibn Abi Sufyan (40-60/661-680 M). diabawan ini beberapa faktor yang meyebabkan hancurnya dinasti Umayah:
1. Pertentangan dan perlawanan dari kaum Khawarij.
2. Pertentangan dari Zubair yang diteruskan putranya, sehingga mengakibatkan Yazid bin Muawiyah meninggal da tahun 683 M.
3. Pertentangan keras dari golongan si’ah. Si’ah adalah golongan yang setia kapada Ali bin Abi Thalib, khususnya ketika menghadapi tahkim dengan Muawiah. Golongan ini sejak awa menantang Muawiah.
4. Pertentangan tradisioal antara suku Arab Utara dengan suku Arab Utara berpengaruh terhadap ketentraman pemerintahan bani Umayah.
5. Sistem pemerintahan yang munarkhi, dimana pemerintahan mutlak dilakukan secara turun temurun.
6. Tidak adanya aturan yang jelas tentang penggantian khalifah, apakah dari putra atau saudaranya.
7. Hidup mewah dan bermegah-megahan di dalam istana, sehingga mempengaruhi mental putra mahkota yang tidak siap menghadapi permasalaha yang ada dalam negara.
8. Dinasti Umayah terlalu fanatik terhadap bangsa Arab, sehingga golongan non Arab merasa dirugikan.
9. Munculnya berbagai golongan di dalam dinasti Umayah.
10. Munculnya golongan baru dari bani Quraisy, yaitu bani Hasyim yang diplopori oleh Abu Al-Abbas bin Abdul Muthalib yang kemudian bekerjasama dengan Syi’ah menyerang Umayah.
Dinasti Umayah I terdiri dari i4 kahlifah yang dari masing-masing khalifah cukup berfareasi tantangan yang dihadapi, baik itu datangnya dari dalam negeri maupun dari luar negara. Yang sangat besar pengaruhnya adalah ketika adanya konflik di internal istana atau pun pemerintahan pada saat itu. Sehingga kadang akalanya situasi yang demikian menjadi kesempatan bagi mereka yang memang menginginkan kehancuran dinasti Umyah itu sendiri.
Dari awal sampai akhir pemerintahan dinasti Umayah menganut sistem munarkhi. Sehingga hal itu yang mendapat sorotan utama dari kalangan rakyat. Dan lembaga-lembaga kenegaraan yang dibangun seperti Dewan Syura dan majlis Syura hanya dijadikan sebagai tempat konsultasi tanpa adanya wewenang dalam rangka memperjuangkan hak-hak rakyat.

0 komentar:

Posting Komentar