ZOOM

ZOOM
gaya

Senin, 03 Oktober 2011

EPISTEMOLOGI


Epistemologi  secarah historis digunakan pertama kali oleh J.F Ferrir, yaitu dalam rangka membedakan dua cabang filsafat, epistemologi dan ontologi. Epistemologi sebagai cabang dari filsafat itu sendiri termasuk bagian hal yang unik, karena banyak orang yang menafsirkan apa itu epistemologi. Dari masing-masing mereka mempunyai kesimpulan yang berbeda, tergantung dari sudut mana mereka memandang epistemologi itu sendiri.
Dalam epistemologi ada juga menyebutnya sebagai teori pengetahuan (theory of knowledge). Secara istilah epistemologi berasal dari kata yunani epistem berarti pengetahuan, dan logos berarti teori. Seperti apa yang tela disebut diatas bahwa epistemologi ini adalah cabang filsafat yang mepelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan sahnya (validitasinya) pengetahuan. Dalam Epistemologi, pertanyaan pokoknya adalah “apa yang dapat saya ketahui”? Persoalan-persoalan dalam epistemologi adalah,  Bagaimanakah manusia dapat mengetahui sesuatu? Dari mana pengetahuan itu dapat diperoleh?  Bagaimanakah validitas pengetahuan a priori (pengetahuan pra pengalaman) dengan pengetahuan a posteriori (pengetahuan purna pengalaman) (Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM, 2003, hal.32).
Dalam pengertian yang lain, epistemologi adalah pembahasan bagaimana kita mendapatkan pengetahuan, yaitu dengan  membentuk sebuah pertanyaan: apakah sumber-sumber pengetahuan? Aapakah, hakekat jankauan dan ruang lingkup pengetahuan? Sampai tahap mana pengetahuan untuk ditangkap manusia? Pengerian yang seperti ini menurut William S.Sahakian dan Mabel Lewis Sahakian, 1965, dalam Jujun S.Suriasumantri, 2005).
Menurut Musa Asy’arie, epistemologi adalah cabang filsafat yang membicarakan mengenai hakikat ilmu, dan ilmu sebagai proses adalah usaha yang sistematik dan metodik untuk menemukan prinsip kebenaran yang terdapat pada suatu obyek kajian ilmu. Hal yang sama juga diunkapkan oleh D.W Hamlyn mendefinisikan epistemologi sebagai cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, dasar dan pengendaian-pengendaiannya serta secara umum hal itu dapat diandalkannya sebagai penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan. Pengertian diatas lebih kapada hakekat dari pada pengetahuan itu sendiri yaitu pada ciri-ciri pengetahuan. Berbicara masalah ciri-ciri pengetahuan maka akan lahir dua aliran yang disebut denga realisme dan idealisme. Realisme adalah kepatuhan kita terhadap realitas, sedangkan idealisme adalah realitas itu sendiri atas dasar ide, akal pikiran dan jiwa
Menurut  D.W Hamlyn, P. Hardono Hadi, mengatakan bahwa epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari dan mencoba menentukan kodrat dan skope pengetahuan, pengandaian-pengendaian dan dasarnya, serta pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Menurut P.Hardono Hadi, lebih kapada Kodrat yang dalam hal ini sangat dengan sifat yang asli dari pengetahuan itu sendiri.
Dari beberapa pengertian yang telah diungkapkan diatas maka dapat disimpulkan bahwa epistemologi adalah bagian dari cabang dari filsafat yang membahas masalah teori pengetahuan untuk mensistematiskan yaitu dengan  metode-metode dalam  mengkaji objek pengetahuan untuk menemukan prinsip kebenaran.
A.    RUANG LINGKUP EPISTEMOLOGI
Secara garis bersar, epistemologi sangat luas cakupannya. Namun ternyata hanya aspek-aspek tertentu yang mendapat perhatian besar dari para filosof, sehingga mengesankan bahwa seolah-olah wilayah pembahasan epistemologi hanya terbatas pada aspek-aspek tertentu. Sedangkan aspek-aspek lain yang jumlahnya lebih banyak cenderung diabaikan. Seperti pendapatnya Gallagher secara ekstrem  menarik kesimpulan, bahwa epistemologi sama luasnya dengan filsafat.
Ada  pendapat  lain mengatakan epistemologi banyak membicarakan mengenai apa yang membentuk pengetahuan ilmiah. Sementara itu, aspek-aspek lainnya justru diabaikan dalam pembahasan epistemologi, atau setidak-tidaknya kurang mendapat perhatian yang layak. Sedangkan Amin Abdullah, mantan rektor UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta, bahwa seringkali kajian epistemologi lebih banyak terbatas pada dataran konsepsi asal-usul atau sumber ilmu pengetahuan secara konseptual-filosofis.
Kecenderungan sepihak ini menimbulkan kesan seolah-olah cakupan pembahasan epistemologi itu hanya terbatas pada sumber dan metode pengetahuan, bahkan epistemologi sering hanya diidentikkan dengan metode pengetahuan. Terlebih lagi ketika dikaitkan dengan ontologi dan aksiologi secara sistemik, seserorang cenderung menyederhanakan pemahaman, sehingga memaknai epistemologi sebagai metode pemikiran, ontologi sebagai objek pemikiran, sedangkan aksiologi sebagai hasil pemikiran, sehingga senantiasa berkaitan dengan nilai, baik yang bercorak positif maupun negatif. Padahal sebenarnya metode pengetahuan itu hanya salah satu bagian dari cakupan wilayah epistemologi. Bagian-bagian lainnya jauh lebih banyak, sebagaimana diuraikan di atas. (diperoleh dari web WIKIMEDIA pada 14:23, 26 Mei 2011).
B.     OBJEK DAN TUJUAN EPISTEMOLOGI
Sebagai sub sistem filsafat, epistemologi atau teori pengetahuan yang pertama kali digagas oleh Plato ini memiliki objek tertentu. Objek epistemologi ini menurut Jujun S.Suriasumatri berupa “segenap proses yang terlibat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan.” Proses untuk memperoleh pengetahuan inilah yang menjadi sasaran teori pengetahuan dan sekaligus berfungsi mengantarkan tercapainya tujuan, sebab sasaran itu merupakan suatu tahap pengantara yang harus dilalui dalam mewujudkan tujuan. Tanpa suatu sasaran, mustahil tujuan bisa terealisir, sebaliknya tanpa suatu tujuan, maka sasaran menjadi tidak terarah sama sekali.
Selanjutnya, apakah yang menjadi tujuan epistemologi tersebut. Jacques Martain mengatakan: “Tujuan epistemologi bukanlah hal yang utama untuk menjawab pertanyaan, apakah saya dapat tahu, tetapi untuk menemukan syarat-syarat yang memungkinkan saya dapat tahu”. Hal ini menunjukkan, bahwa epistemologi bukan untuk memperoleh pengetahuan kendatipun keadaan ini tak bisa dihindari, akan tetapi yang menjadi pusat perhatian dari tujuan epistemologi adalah lebih penting dari itu, yaitu ingin memiliki potensi untuk memperoleh pengetahuan.
C.    LANDASAN EPISTEMOLOGI
Di dalam filsafat pengetahuan, semuanya tergantung pada titik tolaknya. Sedangkan landasan epistemologi ilmu disebut metode ilmiah; yaitu cara yang dilakukan ilmu dalam menyusun pengetahuan yang benar. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi, ilmu pengetahuan merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan disebut ilmiah, sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu pengetahuan bisa disebut ilmu yang tercantum dalam metode ilmiah. Dengan demikian, metode ilmiah merupakan penentu layak tidaknya pengetahuan menjadi ilmu, sehingga memiliki fungsi yang sangat penting dalam bangunan ilmu pengetahuan.
D.    HUBUNGAN EPISTEMOLOGI, METODE DAN METODOLOGI
Selanjutnya perlu ditelusuri dimana posisi metode dan metodologi dalam konteks epistemologi. Untuk mengetahui kaitan-kaitannya, antara metode, metodologi dan epistemologi. Hal ini perlu penegasan, mengingat dalam kehidupan sehari-hari sering dikacaukan antara metode dengan metodologi dan bahkan dengan epistemologi. Untuk mengetahui peta masing-masing dari ketiga istilah ini, tampaknya perlu memahami terlebih dahulu makna metode dan metodologi. “Dalam dunia keilmuan ada upaya ilmiah yang disebut metode, yaitu cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang sedang dikaji”.
Metode merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu dengan langkah-langkah yang sistematis”. Sedangkan metodologi merupakan suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan dalam metode tersebut. Secara sederhana dapat dikatakan, bahwa metodologi adalah ilmu tentang metode atau  ilmu yang mempelajari prosedur atau cara-cara mengetahui sesuatu. Metode merupakan prosedur atau cara mengetahui sesuatu, sedangkan Metodologi yang akan mengkerangkai secara konseptual terhadap prosedur tersebut.
Dapat dijelaskan urutan-urutan secara struktural-teoritis antara epistemologi, metodologi dan metode sebagai berikut: Dari epistemologi, dilanjutkan dengan merinci pada metodologi, yang biasanya terfokus pada metode atau tehnik. Epistemologi itu sendiri adalah sub sistem dari filsafat, maka metode sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari filsafat. Filsafat mencakup bahasan epistemologi, epistemologi mencakup bahasan metodologis, dan dari metodologi itulah akhirnya diperoleh metode. Jadi, metode merupakan perwujudan dari metodologi, sedangkan metodologi merupakan salah satu aspek yang tercakup dalam epistemologi. Adapun epistemologi merupakan bagian dari filsafat.
Dari pembahasan diatas maka dapat simpulkan bahwa epistemologi lebih berkaitan dengan filsafat, walaupun objeknya tidak merupakan ilmu yang empirik, epistemologi menjadikan  ilmu dan filsafat sebagai objek penyelidikannya. Karena  dalam epistemologi terdapat upaya-upaya untuk mendapatkan pengetahuan dan mengembangkannya. Aktivitas-aktivitas ini ditempuh melalui perenungan-perenungan secara filosofis dan analitis.

0 komentar:

Posting Komentar