ZOOM

ZOOM
gaya

Rabu, 31 Oktober 2012

KONSEP KAUSALITAS, KETERATURAN DAN KETERTIBAN ALAM

Kausalitas dapat diartikan sebagai sebab-akibat; bersifat menimbulkan akibat, suatu prinsip  atau keyakinan bahwa setiap kejadian mempunyai sebab dan dalam situasi yang sama, sebab yang sama menimbulkan efek yang sama.[1] Keteraturan disini adalah tetap pada jalannya, artinya dengan adanya keseimbangan maka tereraturan peredaran alam ini senantisa tetap pada rotasinya. Begitu juga dengan ketertiban, yang mana bila hukum alam ini sudah tidak lagi berfungsi maka semuanya peredaran planet-planet yang ada akan mengalami kekacauan dan bahkan kehancuran pada alam itu sendiri.
Dalam makalah ini yang menjadi titik pembahasan adalah bagaimana sebenarnya keteraturan itu terjadi dalam alam, apakah alam sudah mempunyai hukum kausalitas sendiri atau ada sesuatu dibalik keteraturan ini. Sehingga hukum alam yang sedang berjalan tidak terlepas semata-mata kerena ada yang menginginkan, dan apabila semuanya itu tidak ada maka alam yang kita lihat indah pada saat ini, ada malam dan ada siang, ada gelap dan ada terang, bulan beredar sesuai dengan rotasinya dan bumi terus berputar pada porosnya, juga ada kebaikan dan keburukan dan lain sebagainya.
Kausalitas atau sebab-akibat memang ada dua gejala yang menjadi sebab, yang pertama adalah sebab alamiah dan yang kedua adalah sebab tidak alamiah dengan kata lain dibuat dengan sengaja atau dikarenakan perbuatan yang disengaja untuk melakukan sesuatu sehingga terjadi akibat. Dalam posisi sebab alamiah atau nonalamiah disini yang menjadi problem adalah dimana posisi sang pencipta pada saat itu? Apakah ada dalam sebab-sebab atau ada pada proses perubahannya yang menjadikan akibat-akibat dari sebab itu sendiri.
Adanya problem demikian itu ada pada dua-duanya dipermasalahan itu sendiri, yang mana ketika akibat yang dikarenakan oleh sebab-sebab alamiah maka dimana letak campurtangan Tuhan itu sendiri? Apakah tuhan itu yang menciptakan sebab-sebab dan sekaligus pula Dia menciptakan akibat-akibat. Begitu juga dengan yang nonalamiah, dimana posisi Tuhan itu sendiri apakah pada sebab-sebab atau pada proses perubahannya atau bahkan pada akibat-akibatnya?
Jika permasalahannya demikian maka pemikiran ini sudah mengerucut pada pemikiran jabariah, qodariah atau kepada yang lainnya yang begitu lunak dengan permasalahan ini. Kerana hal ini erat kaitannya dengan hukum qoda’ dan qodar Tuhan itu sendiri.
Namun makalah ini kami akan arahkan pembahasan pada kajian since, karena since disini yang akan lebih kritis mengungkap masalah hukum kausalitas, keteraturan dan ketertiban yang berkenaan dengan alam itu sendiri. Baik itu dikarenakan sebab-sebab alamiyah atau nonalamiyah. Sehingga nanti ada set back dalam rangka memberi pamahaman kepada manusia bagaimana sebenarnya peredaran alam ini terjadi secara teratur dan keadaannya tetap bersahabat dengan manusia itu sendiri. Artinya banyak sekarang terjadinya bencana-bencana alam yang menurut penelitian 80% itu disebabkan oleh ulah tangan manusia itu sendiri.
Berbicara masalah alam semesta maka kita akan diantarkan pada permasalah penciptaan dan prubahan sampai pada kemusnahan alam itu sendiri. Karena dalam alam itu tidak ada yang lain kecuali yang namanya perubahan, demikiran konsep terjadinya alam ini menurut para filosof Aristoteles dan Plato. Perubahan inilah yang kemudian dikatakan abadi. Dalam perubahan disini ada yang namanya proses atau gerak ber-tranformasi. Tetapi yang jelas yang bergereak disini adalah materi itu sendiri.
Pada alam disitu ada yang namanya tata surya. Tata surya adalah salah satu contoh keselarasan indah yang paling mengagumkan yang dapat disaksikan. Terdapat sembilan planet dengan lima puluh empat satelit yang diketahui dan benda-benda kecil yang jumlahnya tidak diketahui. planet-planet utama dihitung menjauh dari matahari adalah Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Yupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus, dan Pluto. Bumi adalah satu-satunya planet yang diketahui mengandung kehidupan.
Pada struktur tata surya, kita menemukan contoh lain dari keindahan keseimbangan: Keseimbangan antara gaya sentrifugal planet yang dilawan oleh gaya gravitasi dari benda primer planet tersebut. (Dalam astronomi, benda primer adalah benda yang dikitari oleh benda lainnya. Benda primer bumi adalah matahari, benda primer bulan adalah bumi). Tanpa keseimbangan ini, segala sesuatu yang ada di tata surya akan terlontar jauh ke luar angkasa. Keseimbangan di antara kedua gaya ini menghasilkan jalur (orbit) tempat planet dan benda angkasa lain mengitari benda primernya.
Jika sebuah benda langit bergerak terlalu lambat, dia akan tertarik kepada benda primernya; jika bergerak terlalu cepat, benda primernya tidak mampu menahannya, dan akan terlepas jauh ke angkasa. Sebliknya, setiap benda langit bergerak pada kecepatan yang begitu tepat untuk terus dapat berputar pada orbitnya. Lebih jauh, keseimbangan ini tentu berbeda untuk setiap benda angkasa, sebab jarak antara planet dan matahari berbeda-beda. Demikian juga massa benda-benda langit tersebut. Jadi, planet-planet harus memiliki kecepatan yang berbeda untuk tidak menabrak matahari atau terlempar menjauh ke angkasa.
Ahli astronomi penganut materialisme bersikukuh bahwa asal mula dan kelangsungan tata surya dapat dijelaskan karena kebetulan. Lebih dari tiga abad lalu, banyak pemuja materialisme telah berspekulasi tentang bagaimana keteraturan menakjubkan ini bisa terjadi dan mereka gagal sama sekali. Bagi penganut materialisme, keseimbangan dan keteraturan tata surya adalah misteri tak terjawab.
Kepler dan Galileo, dua ahli astronomi yang termasuk orang-orang pertama yang menemukan keseimbangan paling sempurna, mengakuinya sebagai rancangan yang disengaja dan tanda campur tangan ilahiah di seluruh alam semesta. Isaac Newton, yang diakui sebagai salah satu pemikir ilmiah terbesar sepanjang masa, pernah menulis:
Sistem paling indah yang terdiri dari matahari, planet, dan komet ini dapat muncul dari tujuan dan kekuasaan Zat yang berkuasa dan cerdas... Dia mengendalikan semuanya, tidak sebagai jiwa namun sebagai penguasa dari segalanya, dan disebabkan kekuasaan-Nya, Dia biasa disebut sebagai "Tuhan Yang Mahaagung’.
“Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang, dan masing-masing beredar pada garis edarnya." (QS. Yaasin, 36: 40)
Pandangan para filosof Islam sendiri mengenai penciptaan disini cukup menarik untuk kita ketahui. Yang mana asumsinya dimulai dengan semua maujud-maujud ini menurut akal bersifat mungkin (jaiz) baik itu adanya maupun bentuknya, karena semua itu ada yang maha Pencipta dan maha Berkehendak. Namun ketika maujud tersebut sudah mengambil sifat khusus maka ada subjek yang menentukan untuk mengambil satu bentuk bukan bentuk yang lain.
Berkaitan dengan masalah proses penciptaan, bahawa al-jabiri disini menjunjung tinggi dengan konsep sebab dan akibat, artinya suatu kemustahilan alam ini hanya terdiri dari sebab-sebab materi saja. Atau dengan asumsi bahwa alam raya ini ada dengan cara kebetulan saja, tidak ada sebab. Maka dari itu adanya alam ini menurut pemikiran beliau cukup untuk menjadi bukti adanya Tuhan sebagi yang Maha Pencipta dan Maha Berkehendak.
Sebab dalam alam ini tidak mungkin akan menciptakan keteraturannya sendiri, melainkan ada yang menciptakan. Hal ini bisa kita lihat dalam alam raya ini mengenai keteraturan, bahwa tidak selamanya keteraturan itu sendiri terus berjalan sebagaimana mestinya, pasti dalam perjalanannya mengalami hal-hal diluar keteraturan itu sendri. Maka dari itu adanya pencipta yang Maha Berkehendak disini sudah bisa dirasakan, dan bagi mereka yang mengatakan tidak adanya penciptaan alam raya ini maka dia telah menafikan pengalaman-pengalaman kejadian alam yang tidak jarang hal itu diluar praduga manusia yang mereka analisis berdasarkan gejala-gejala yang ada. Namun pada kenyataannya gejala alam disini tidak mampu memberikan isyarat sepenuhnya dari apa yang akan terjadi setelahnya.
Menurut pandangan Ibn Rusyh adanya sesuatu itu melalui kontradiksi antara konsep sebab-sebab dan kehendak Tuhan. Suatu yang maujud-maujud itu bersifat jaiz itu merepakan dampak implikasi dari sifat Tuhan yang maha berkehendak.
Ibn Rusyh melanjutkan bahwa ketika kita benar-benar mengamati dengan seksama mengenai hukum kausalitas atau sebab-akibat dalam dalam agama ini cukup membingunkan, begitu juga dengan terjadi pada argumen-argumen rasional Dalam Islam memberikan kebebasan kepada manusia untuk mengerjakan apapun sesuai dengan kehendak, dan disisi lain ada pula ayat yang mengatakan bahwa mansusia digerakkan lagi dipaksa dalam mengerjakan sesuatu. Begitu juga dengan argumen-argemen rasional. “adanya tanggung-jawab, balasan, pajal dan siksa menuntut manusia berbuat atas dasa kebebasan dan pilihannya. Inilah pendapat mu’tazilahlah.
Dalam hal ini ada juga yang mengambil tengah-tengah, yaitu Asy’ariyah dan menawarkan apa yang disebut dengan usaha (kasb). Menurutnya jika menusia menghendaki sesuatu, Allah menciptakan kemampuan didalamnya. Sehingga dia mampu megerjakan sesuatu tersebut. Manusia berusaha dan Allah akan membalasanya. Namun ibn Rusyh dalam pendapat ini menafikan karena jika usaha dan apa yang diusahakan merupakan citraaan Allah, berarti manusia dipaksa dalam melakukan usahanya. Dan secara jelas hal ini bertolak dari hukum kausalitas itu sendiri.
Mengenai penciptaan memang tidak terlepas dari sebab-akibat, yang mana menruta Ibn Rusyh penciptaan alam ini sudah cukup menjadi bukti bahwa adanya sang pencipta yang maha berkehendak. Namun konsep sebab-akibat itu sendiri masih mempunyai problem, yaitu berpotensinya munculnya pemahaman bahwa alam raya ini terjadi kerena ada sebab bukan karena diciptakan.
Dari pembahasan diatas dapat diarik kesimpulan bahwa hukum kausalitas itu penting dan realistis dalam kehidupan kita. Namun yang menjadi catatan bahwa antara dua sudut pandang yang berbeda mengenai penciptaan disini (sainstis dan agamawan) itu mempunyai titik garis tersendiri alam proses pencaraian hukum kausalitas ini terutama dalam konsep kausalitas alam raya. Sains akan senantiasa menggali pengetahuan dari objeknya atau dari bahan meterialnya. Artinya bagiaman benda-benda langit itu mempunyai potensi yang sudah tersistem sehingga mengakibatkan keteraturan itu sendiri. Dan para sainstis menggali terus bagaimana sistem itu ada dan terus berjalan sesuat dengan hukum alam. Namun dalam agama yang bisa kita jumpai adalah labih kepada subtansi dari materi-materi yang ada, baik itu pada sistem yang sudah berjalan dibalik adanya materi dan sistem kausalitas itu sendiri. Dengan asumsi bahwa tidak mungkin materi akan bergerak dengan sendirinya tanpa ada yang menggerakkan. Dalam sains yang menggerakkan itu memang sudah sistem sedangkan agama memandang itu adalah yang Maha berkehendak yaitu Tuhan



[1] Kamus populer

0 komentar:

Posting Komentar