Kausalitas
dapat diartikan sebagai sebab-akibat; bersifat menimbulkan akibat, suatu
prinsip atau keyakinan bahwa setiap
kejadian mempunyai sebab dan dalam situasi yang sama, sebab yang sama
menimbulkan efek yang sama.[1]
Keteraturan disini adalah tetap pada jalannya, artinya dengan adanya
keseimbangan maka tereraturan peredaran alam ini senantisa tetap pada
rotasinya. Begitu juga dengan ketertiban, yang mana bila hukum alam ini sudah
tidak lagi berfungsi maka semuanya peredaran planet-planet yang ada akan
mengalami kekacauan dan bahkan kehancuran pada alam itu sendiri.
Dalam
makalah ini yang menjadi titik pembahasan adalah bagaimana sebenarnya
keteraturan itu terjadi dalam alam, apakah alam sudah mempunyai hukum
kausalitas sendiri atau ada sesuatu dibalik keteraturan ini. Sehingga hukum
alam yang sedang berjalan tidak terlepas semata-mata kerena ada yang
menginginkan, dan apabila semuanya itu tidak ada maka alam yang kita lihat
indah pada saat ini, ada malam dan ada siang, ada gelap dan ada terang, bulan
beredar sesuai dengan rotasinya dan bumi terus berputar pada porosnya, juga ada
kebaikan dan keburukan dan lain sebagainya.
Kausalitas
atau sebab-akibat memang ada dua gejala yang menjadi sebab, yang pertama adalah
sebab alamiah dan yang kedua adalah sebab tidak alamiah dengan kata lain dibuat
dengan sengaja atau dikarenakan perbuatan yang disengaja untuk melakukan
sesuatu sehingga terjadi akibat. Dalam posisi sebab alamiah atau nonalamiah
disini yang menjadi problem adalah dimana posisi sang pencipta pada saat itu?
Apakah ada dalam sebab-sebab atau ada pada proses perubahannya yang menjadikan
akibat-akibat dari sebab itu sendiri.
Adanya
problem demikian itu ada pada dua-duanya dipermasalahan itu sendiri, yang mana
ketika akibat yang dikarenakan oleh sebab-sebab alamiah maka dimana letak
campurtangan Tuhan itu sendiri? Apakah tuhan itu yang menciptakan sebab-sebab
dan sekaligus pula Dia menciptakan akibat-akibat. Begitu juga dengan yang
nonalamiah, dimana posisi Tuhan itu sendiri apakah pada sebab-sebab atau pada
proses perubahannya atau bahkan pada akibat-akibatnya?
Jika
permasalahannya demikian maka pemikiran ini sudah mengerucut pada pemikiran jabariah, qodariah atau kepada yang lainnya yang begitu lunak dengan
permasalahan ini. Kerana hal ini erat kaitannya dengan hukum qoda’ dan qodar Tuhan itu sendiri.
Namun
makalah ini kami akan arahkan pembahasan pada kajian since, karena since disini
yang akan lebih kritis mengungkap masalah hukum kausalitas, keteraturan dan
ketertiban yang berkenaan dengan alam itu sendiri. Baik itu dikarenakan
sebab-sebab alamiyah atau nonalamiyah. Sehingga nanti ada set back dalam rangka memberi pamahaman kepada manusia bagaimana
sebenarnya peredaran alam ini terjadi secara teratur dan keadaannya tetap
bersahabat dengan manusia itu sendiri. Artinya banyak sekarang terjadinya
bencana-bencana alam yang menurut penelitian 80% itu disebabkan oleh ulah
tangan manusia itu sendiri.
Berbicara
masalah alam semesta maka kita akan diantarkan pada permasalah penciptaan dan
prubahan sampai pada kemusnahan alam itu sendiri. Karena dalam alam itu tidak
ada yang lain kecuali yang namanya perubahan, demikiran konsep terjadinya alam
ini menurut para filosof Aristoteles dan Plato. Perubahan inilah yang kemudian
dikatakan abadi. Dalam perubahan disini ada yang namanya proses atau gerak
ber-tranformasi. Tetapi yang jelas yang bergereak disini adalah materi itu
sendiri.
Pada
alam disitu ada yang namanya tata surya. Tata surya adalah salah satu contoh
keselarasan indah yang paling mengagumkan yang dapat disaksikan. Terdapat
sembilan planet dengan lima puluh empat satelit yang diketahui dan benda-benda
kecil yang jumlahnya tidak diketahui. planet-planet utama dihitung menjauh dari
matahari adalah Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Yupiter, Saturnus, Uranus,
Neptunus, dan Pluto. Bumi adalah satu-satunya planet yang diketahui mengandung
kehidupan.
Pada
struktur tata surya, kita menemukan contoh lain dari keindahan keseimbangan: Keseimbangan
antara gaya sentrifugal planet yang dilawan oleh gaya gravitasi dari benda
primer planet tersebut. (Dalam astronomi, benda primer adalah benda yang
dikitari oleh benda lainnya. Benda primer bumi adalah matahari,
benda primer bulan adalah bumi). Tanpa keseimbangan ini, segala sesuatu yang
ada di tata surya akan terlontar jauh ke luar angkasa. Keseimbangan di antara
kedua gaya ini menghasilkan jalur (orbit) tempat planet dan benda angkasa lain
mengitari benda primernya.
Jika
sebuah benda langit bergerak terlalu lambat, dia akan tertarik kepada benda
primernya; jika bergerak terlalu cepat, benda primernya tidak mampu menahannya,
dan akan terlepas jauh ke angkasa. Sebliknya, setiap benda langit bergerak pada
kecepatan yang begitu tepat untuk terus dapat berputar pada orbitnya. Lebih
jauh, keseimbangan ini tentu berbeda untuk setiap benda angkasa, sebab jarak
antara planet dan matahari berbeda-beda. Demikian juga massa benda-benda langit
tersebut. Jadi, planet-planet harus memiliki kecepatan yang berbeda untuk tidak
menabrak matahari atau terlempar menjauh ke angkasa.
Ahli
astronomi penganut materialisme bersikukuh bahwa asal mula dan kelangsungan
tata surya dapat dijelaskan karena kebetulan. Lebih dari tiga abad lalu, banyak
pemuja materialisme telah berspekulasi tentang bagaimana keteraturan
menakjubkan ini bisa terjadi dan mereka gagal sama sekali. Bagi penganut
materialisme, keseimbangan dan keteraturan tata surya adalah misteri tak
terjawab.
Kepler
dan Galileo, dua ahli astronomi yang termasuk orang-orang pertama yang
menemukan keseimbangan paling sempurna, mengakuinya sebagai rancangan yang
disengaja dan tanda campur tangan ilahiah di seluruh alam semesta. Isaac
Newton, yang diakui sebagai salah satu pemikir ilmiah terbesar sepanjang masa,
pernah menulis:
Sistem
paling indah yang terdiri dari matahari, planet, dan komet ini dapat muncul
dari tujuan dan kekuasaan Zat yang berkuasa dan cerdas... Dia mengendalikan
semuanya, tidak sebagai jiwa namun sebagai penguasa dari segalanya, dan
disebabkan kekuasaan-Nya, Dia biasa disebut sebagai "Tuhan Yang
Mahaagung’.
“Tidaklah
mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului
siang, dan masing-masing beredar pada garis edarnya."
(QS. Yaasin, 36: 40)
Pandangan
para filosof Islam sendiri mengenai penciptaan disini cukup menarik untuk kita
ketahui. Yang mana asumsinya dimulai dengan semua maujud-maujud ini menurut akal bersifat mungkin (jaiz) baik itu adanya maupun bentuknya,
karena semua itu ada yang maha Pencipta dan maha Berkehendak. Namun ketika
maujud tersebut sudah mengambil sifat khusus maka ada subjek yang menentukan
untuk mengambil satu bentuk bukan bentuk yang lain.
Berkaitan
dengan masalah proses penciptaan, bahawa al-jabiri disini menjunjung tinggi
dengan konsep sebab dan akibat, artinya suatu kemustahilan alam ini hanya
terdiri dari sebab-sebab materi saja. Atau dengan asumsi bahwa alam raya ini
ada dengan cara kebetulan saja, tidak ada sebab. Maka dari itu adanya alam ini
menurut pemikiran beliau cukup untuk menjadi bukti adanya Tuhan sebagi yang
Maha Pencipta dan Maha Berkehendak.
Sebab
dalam alam ini tidak mungkin akan menciptakan keteraturannya sendiri, melainkan
ada yang menciptakan. Hal ini bisa kita lihat dalam alam raya ini mengenai
keteraturan, bahwa tidak selamanya keteraturan itu sendiri terus berjalan
sebagaimana mestinya, pasti dalam perjalanannya mengalami hal-hal diluar
keteraturan itu sendri. Maka dari itu adanya pencipta yang Maha Berkehendak
disini sudah bisa dirasakan, dan bagi mereka yang mengatakan tidak adanya
penciptaan alam raya ini maka dia telah menafikan pengalaman-pengalaman
kejadian alam yang tidak jarang hal itu diluar praduga manusia yang mereka
analisis berdasarkan gejala-gejala yang ada. Namun pada kenyataannya gejala
alam disini tidak mampu memberikan isyarat sepenuhnya dari apa yang akan
terjadi setelahnya.
Menurut
pandangan Ibn Rusyh adanya sesuatu itu melalui kontradiksi antara konsep
sebab-sebab dan kehendak Tuhan. Suatu yang maujud-maujud
itu bersifat jaiz itu merepakan
dampak implikasi dari sifat Tuhan yang maha berkehendak.
Ibn
Rusyh melanjutkan bahwa ketika kita benar-benar mengamati dengan seksama
mengenai hukum kausalitas atau sebab-akibat dalam dalam agama ini cukup
membingunkan, begitu juga dengan terjadi pada argumen-argumen rasional Dalam Islam
memberikan kebebasan
kepada manusia untuk mengerjakan apapun sesuai dengan kehendak, dan
disisi lain ada pula ayat
yang mengatakan bahwa mansusia digerakkan lagi dipaksa dalam mengerjakan
sesuatu. Begitu juga dengan argumen-argemen rasional. “adanya
tanggung-jawab, balasan, pajal dan siksa menuntut manusia berbuat atas dasa
kebebasan dan pilihannya. Inilah pendapat mu’tazilahlah.
Dalam
hal ini ada juga yang mengambil tengah-tengah, yaitu Asy’ariyah dan menawarkan
apa yang disebut dengan usaha (kasb).
Menurutnya jika menusia menghendaki sesuatu, Allah menciptakan kemampuan
didalamnya. Sehingga dia mampu megerjakan sesuatu tersebut. Manusia berusaha
dan Allah akan membalasanya. Namun ibn Rusyh dalam pendapat ini menafikan
karena jika usaha dan apa yang diusahakan merupakan citraaan Allah, berarti
manusia dipaksa dalam melakukan usahanya. Dan secara jelas hal ini bertolak
dari hukum kausalitas itu sendiri.
Mengenai
penciptaan memang tidak terlepas dari sebab-akibat, yang mana menruta Ibn Rusyh
penciptaan alam ini sudah cukup menjadi bukti bahwa adanya sang pencipta yang
maha berkehendak. Namun konsep sebab-akibat itu sendiri masih mempunyai
problem, yaitu berpotensinya munculnya pemahaman bahwa alam raya ini terjadi
kerena ada sebab bukan karena diciptakan.
Dari
pembahasan diatas dapat diarik kesimpulan bahwa hukum kausalitas itu penting
dan realistis dalam kehidupan kita. Namun yang menjadi catatan bahwa antara dua
sudut pandang yang berbeda mengenai penciptaan disini (sainstis dan agamawan)
itu mempunyai titik garis tersendiri alam proses pencaraian hukum kausalitas
ini terutama dalam konsep kausalitas alam raya. Sains akan senantiasa menggali
pengetahuan dari objeknya atau dari bahan meterialnya. Artinya bagiaman
benda-benda langit itu mempunyai potensi yang sudah tersistem sehingga
mengakibatkan keteraturan itu sendiri. Dan para sainstis menggali terus
bagaimana sistem itu ada dan terus berjalan sesuat dengan hukum alam. Namun
dalam agama yang bisa kita jumpai adalah labih kepada subtansi dari materi-materi
yang ada, baik itu pada sistem yang sudah berjalan dibalik adanya materi dan
sistem kausalitas itu sendiri. Dengan asumsi bahwa tidak mungkin materi akan
bergerak dengan sendirinya tanpa ada yang menggerakkan. Dalam sains yang
menggerakkan itu memang sudah sistem sedangkan agama memandang itu adalah yang
Maha berkehendak yaitu Tuhan
0 komentar:
Posting Komentar