ZOOM

ZOOM
gaya

Senin, 03 Oktober 2011

AL-QUR’AN PADA PREODE PERTAMA ( Masa Nabi Saw.)


BAB I
A.    LATAR BELAKANG MASALAH
Mengetahui sejarah perkembangan Al-Qur’an menjadi sesuatu yang fundamen dalam kalangan  umat Islam  lebih-lebih di bagi pelajar atau mahasiswa. Yang mana Al-Qura’an sebagai kitab suci yang harus diyakini kebenarannnya juga akan menjadi sebuah pedoman yang dalam semua kehidupan itu diatur oleh Tuhan melalui firmanNya yaitu dalam  Al-Qur’an itu sendiri.
Sedikitpun tidak ada keraguan tentang keaslian dan sesucian Al-Qur’an karena mendapat ia  jaminan langusng dari Allah sebagai mana dalam firmanNya :

Atrinya: Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya (QS: Al Hijr. 9).]
Namun sebagai insan akademis kita harus membuktikannya dengan sejarah atau mengkaji letak keaslian dengan tinjauan historis dari awal turunnya ayat sampai yang terahir. Dan sampai kepada umat Islam pada saat itu, dan bagaimana para sahabat memeliharanya.
Dengan demikian setelah kita mengetahui bagaimana Al-Qur’an pada preode pertama yaitu pada masa Nabi Muhammad SAW. maka kita akan dapat mengambil kesimpulan berdasarkan dengan apa firman Allah diatas, dan tidak ada lagi kereguan dalam menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman dalam interaksi hudup baik yang sifat horizontal maupun vertikal. Karena Al-Qur’an  adalah fiman Allah yang diturunkan kadapa Nabi Muhammad SAW. untuk disampaikan kepada umat manusia dengan ajarannya Islam.


B.     RUMUSAN MASALAH
Untuk mempermudah dan terarahnya pembahasan makalah ini dengan judul Al-Qur’an pada masa Nabi Muhammad SAW. atau pada preode pertama maka ada beberapa pembasan yang akan kami ketengahkan yaitu:
a.       Bagaimana proses turunnya AlQur’an?
b.      Bagaimana Nabi Muhammad SAA. menyampaikannya kepada sahabat?
c.       Bagaimana usaha Nabi Muhammad SAW dan sahabat untuk memelihara Al-Qur’an itu sendiri?
d.      Allah telah menjanji untuk menjaga akan keaslian Al-Qur’an dan bagaimana dikaitkan dengan tinjan historisnya pada masa Nabi Muhammad SAW.

C.    TUJUAN PEMBAHASAN MAKALAH
Dalam penyusunan makalah ini kami mempunyai tujuan diantaranya:
1.      Untuk memenuhi tugas akhir semester II khususnya mata kuliah Ulumul Qur’an jurusan Aqidah dan Filsafat Fakultas Ushuluddin Studi Agama dan Pemikiran Islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta 2011.
2.      Pembahasan makalah ini mempu memberi kontribusi keilmuan bagi semua pembaca, khususnya dibidang Al-Qur’an.





BAB II
A.    Pengertian Al-Qur’an
1.      Al-Qur’an Menurut Bahasa
a.       Umumnya para umlama berpendapat bahwa kata Al-Qur’an adalah masdar dari kata qara’a yang berarti bacaan atau yang dibaca. Karena itu ia harus selalu dibaca.
b.      Al-Asy’ari berpendapat bahwa kata Qur’an terdiri dari kata qarana yang berarti menghubungkan suatu dengan yang lain. Karena surat-suratnya, ayat-ayatnya, dan huruf-hurufnya beriring-iringan dan yang dengan yang lain.
c.       Azzajjaj berpendapat bahwa kata Qur’an sewazan (setimbang) dengan fu’laan, karena itu harus dibaca Qur’aan. Ia terambil dari kata qur’I yang berarti mengumpulkan. Karena ia mengumpukan beberapa surat atau sari-pati dari isi kitab-kitab yang telah lalu.
d.      Ada pula yang berpendapat bahwa Al-Qur’an termbil dari kata qaraa’in (karinah-karinah), mengingat bahwa ayat Al-Qur’an itu, satu dengan yang lainnya benar-membernarkan. Karena kata Qur’an harus dibaca quran bukan qur-an.
e.       Ada orang barat-seperti Schwally dan Weelhausen berpendapat bahwa kata quran berasal dari bahasa Ibrabi (Suryani) yang ditulis “Kiryani = keryani” yang berarti yang dibacakan[1].
f.       Al-Qur’an adalah wahyu yang diturunkan oleh Allah melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad s.a.w. yang mana redaksi dan subtansinya maknanya berasal dari Allah swt. Dalam hal ini Rasul tidak memiliki otoritas sama sekali unutuk merangkai kata-kata al-Qur’an.
2.      Al-Qur’an Secara Istilah
a.       Menurut ahli syari’at, Al-qur’an ialah kalamullah (firman Tuhan) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. yang ditulis di dalam mushhaf.
b.      Menurut ahli Fikhi, Al-Qur’an ialah nama yang diberikan kepada keseluruhan Al-Qur’an dan dinamakan juga demikian bagi suku-sukunya atau sebagian-sebagiannya.
c.       Asy Syaukany dalam bukunya “Al-Irsyad” mengatakan: Al-Qur’an ialah kalamullah yang diturunkan kapada Nabi Muhammad yang diabacakan, lagi mutawatir penukilnya.
d.      Hamka dalam “tafsir Al-Azhar”nya mengistilahkan; Al-Qur’an ialah wahyu yang diturunka Allah kepada Rasul-Nya, dengan perantara Malaikat Jibril untuk disampaikan kepada manusia.
Dari beberapa pendapat diatas dapat diaambil kesimpulan bahwa Al-Qur’an secara istilah adalah nama yang diberikan kepada firman Allah yang diturunkanNya kepada Nabi Muhammad Saw. Dengan perantara Malaikat Jibril, untuk disampaikan kepada manusia, yang dituliskan di dalam mushhaf, yang metawatir penukilannya, yang harus dibaca, difahami dan diamalkan isinya oleh manusia, agar tercapai kehidupan selamat dan bahagia  di dunia dan di akhirat.

B.     KANDUNGAN DALAM AL-QUR’AN
A.    Isi Al-Qur’an
Al-Qur’an sebagai kitab suci dalam Islam menempati urutan pertama dalam sumber hukum Islam. Yang mana Al-Qur’an sendiri mengandung beberapa makna yang harus dikaji dan diyakini oleh ummad islam itu sendiri seperti yang diungkapkan oleh Prof. Drs. H. Masjfuk Zuhdi diantaranya:
1.      Tauhid (doktrin tentang kapercayaan ketuhanan yang maha esa),
2.      Janji dan acaman tuhan
3.      Ibadah
4.      Jalan dan cara mendapat kabahagiaan 
5.      Cerita-cerita/sejarah-sejarah Umat manusia sebelum Nabi Muahammad[2]
Lain halnya dengan apa yang ada dalam bukunya H. Munawar dengan judul “Al-Qur’an dari masa ke masa”. Yang menjadi landasan beliau adalah hadits yang diriwayatkan oleh imam-imam Ibnu jazir, Al Hakim dari S. Ibnu Masud r.a. menyatakan bahwa Al-Qur’an itu mengandung 7 perkara:
1.      Larangan
2.      Perintah
3.      Halal
4.      Haram
5.      Muhkam
6.      Mutasyabih
7.      Amsal (perumpamaan)[3] 
Menurut para serjana barat mengatakan tentang isi Al-Qur’an seperti Monsinior Gustave Gebbon mengatakan Al-Qur’an itu mengandung undang-ungdang dasar yang pokok. Yang mana didialamnya bukan sumber hokum agama akan tetapi hukum perdata dan pidana juga ada. Serta hokum yang mangatur masyarakat dalam berkehidupan sosial dimasyarakat.[4]
Sedangkan menurut Prof. Rudof Kreh (Jerman) mengatakan, “Al-Qur’an memberikan peraturan-peraturan yang lengkap tentang susunan agama dan tingkah laku perbuatan. Lagi pula di dalamnya terlatak soal pendidikan, penghidupan orang banyak, perintah, Militer, buruh (fakir miskin) dan keadilan” [5].
B.     Fungsi Al-Qur’an
Drs. Masyfuk Zuhri mengumukakan ada empat macam fungsi yang pokok dalam Al-Qur’an yaitu:
Pertama Sebagai mujizat Nabi Muhammad Saw. Telah kita ketahui bahwa Al-Qur’an itu merupakan kitab suci ummad islam yang telah mendapat jaminan dari Allah. juga Al-Qur’an mejadi mu’jizat nabi Muhammad. Kalau kita kaji dari arti mu’jizat itu sendiri adalah keistimewaan yang diberikan oleh Allah kepada RasullNya.
 Kedua  Sebagai sumber dari segala sumber hukum Islam. Yang diatur dalam Al-Qur’an bukan harnya hubungan manusia dengan tuhan akan tetapi manusia denan semama manusia yang kita kenal dengan istilah hubungan vertical dan horizontal. Disinilah ummad manusia mendapat tuntunan bagaimana bisa menggapai kebahagiaan didunia maupun diakhirat nanti. 
Ketiga Sebagai hakim tertinggi (pemutus akhir atau korektor). Sudah dijelaskand diatas bahwa Al-Qur’an mejadi sumber hukum bagi ummad islam. Disinilah nantinya peranan Al-Qur’an itu sendiri yang akan menjadi barometer bagi manusia dalam menjalani hidup didunia. Karena dalam Al-Qur’an itu sudah memberikan pertimbangan akan dampak yang akan diterima oleh menusia terhadap apa yang mereka lakukan.
Keempat Sebagai penguat kebenaran adanya agama Allah sebelum Nabi Muhammad. Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa sebelum agama islam diturunkan denan melalui Nabi Muhammad sebagi RasulNya sedah ada agama sebelumnya yaitu yang diturunkan kepada Nabi sebelum Nabi Muhammd. Dan Nabi Muhammad sendiri merupan Nabi terakhir dengan Al-Qur’an sebagai kitab sucinya.


BAB III
AL-QUR’AN PADA MASA NABI MUHAMMAD SAW.
Untuk pengumpulan dalam rangka pelestarian Al-Quran pada masa Nabi Muhammad SAW. dilakukan dengan dua katagori penjagaan atau pengumpulan Al-Qur’an, yang pertama dalam dada dan yang yang kedua adalah dalam dokumen atau catatan.
1.      Pengumpulan Al-Qur'an dalam dada.
Pengumpulan Al-Qur’an dalam dada ini adalah dengan hafalan yang dilakukan oleh Nabi maupun para shahabat pada saat itu. Yang mana kita ketahui bahwa Al-Qur'anul Karim turun kepada Nabi yang ummy” (tidak bisa baca-tulis).[6] Karena itu perhatian Nabi hanyalah dituangkan untuk sekedar menghafal dan menghayatinya, agar ia dapat menguasai Al-Qur'an persis sebagaimana halnya Al-Qur'an yang diturunkan. Setelah itu ia membacakannya kepada orang-orang dengan begitu terang agar merekapun dapat menghafal dan memantapkannya. Yang jelas adalah bahwa Nabi seorang yang ummy dan diutus Allah di kalangan orang-orang yang ummy pula, Allah berfirman:
Artinya: Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul diantara mereka yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dengan mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah. (Al-Jumu'ah: 2)
Biasanya orang-orang yang ummy itu hanya mengandalkan kekuatan hafalan dan ingatannya, karena mereka tidak bisa membaca dan menulis. Memang bangsa Arab pada masa turunnya Al-Qur'an, mereka berada dalam budaya Arab yang begitu tinggi, ingatan mereka sangat kuat dan hafalannya cepat serta daya fikirnya begitu terbuka.
Orang-orang Arab banyak yang hafal beratus-ratus ribu syair dan mengetahui silsilah serta nasab keturunannya. Mereka dapat mengungkapkannya di luar kepada, dan mengetahui sejarahnya. Jarang sekali diantara mereka yang tidak bisa mengungkapkan silsilah dan nasab tersebut atau tidak hafal Al-Muallaqatul Asyar yang begitu banyak syairnya lagi pula sulit dalam menghafalnya.
Dengan turunnya Al-Qur'an yang struktur bahasanya sangat jelas, tegas ketentuannya dan kekuasaannya yang luhur, mereka terketuk dan  kagum dan terpesona dengan dialek yang terdapat dalam Al-Qur'an, sehingga perhatiannya dicurahkan kepada Al-Qur'an. Dan mereka pun banyak yang menghafalnya ayat demi ayat dan surat demi surat. Secara berlahan mereka tinggalkan syair-syair yang biasa mereka hafalkan karena merasa memperoleh ruh/jiwa dari Al-Qur'an.
2.      Pegumpulan dalam bentuk tulisan.
Keistimewaan yang kedua dari Al-Qur'anul Karim ialah pengumpulan dan penulisannya dalam lembaran. Rasulullah SAW mempunyai beberapa orang sekretaris wahyu. Setiap turun ayat Al-Qur'an beliau memerintahkan kepada mereka untuk menulisnya, agar memperkuat catatan dan dokumentasi dalam kehati-hatian beliau terhadap kitab Allah 'Azza Wa Jalla, sehingga penulisan tesebut dapat melahirkan hafalan dan memperkuat ingatan.
Rasul tidak sembatang menunjuk para shahabat untuk menjadi sekretaris wahyu, melainkan mereka adalah shabat pilihan yang dianggap mampu mengemban amanah muliya tersebut. Yaitu dari kalangan orang yang terbaik dan indah tulisannya. Diantara mereka adalah Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka'ab; Muadz bin Jabal, Mu'awiyah bin Abi Sufyan, Khulafaur Rasyidin dan Sahabat-sahabat lain.
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Anas r.a. bahwasanya ia berkata: "Al-Qur'an dikumpulkan pada masa Rasul SAW oleh 4 (empat) orang yang kesemuanya dari kaum Anshar; Ubay bin Ka'ab, Mu'adz bin Jabal, Zaid bin Tsabit dan Abu Zaid. Anas ditanya: "Siapa ayah Zaid?" Ia menjawab: "Salah seorang pamanku".

BAB IV
PENULISAN DAN PENGHAFALAN AL-QURAN
PADA MASA NABI
Alquran diturunkan secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad saw dalam masa 22 tahun 2 bulan 22 hari. Setiap ayat-ayat yang diturunkan Nabi menyuruh menghafal dan menulisnya di batu, kulit binatang, pelepah tamar dan apa saja yang dapat dipakai untuk ditulis. Nabi menerangkan bagaimana ayat-ayat itu disusun dalam surah, mana yang dahulu dan mana yang kemudian. Nabi mengadakan peraturan, yaitu Alquran sajalah yang boleh ditulis, selain dari Alquran itu, seperti hadis atau pelajaran yang mereka terima dari mulut Nabi dilarang menulisnya. Larangan ini ialah dengan maksud supaya Alquran Karim itu terpelihara, jangan bercampur aduk dengan yang lain yang juga di dengar dari Nabi saw. Di samping menulis Nabi menganjurkan supaya Alquran itu dibaca dan dihafal dan diwajibkan membacanya dalam shalat.
Dengan jalan demikian banyaklah orang yang hafal Alquran. Surah yang satu macam dihafal oleh ribuan manusia dan yang hafal seluruh Alquran pun banyak. Dalam pada itu tidak satu ayatpun yang tidak dituliskan. Untuk mendorong usaha menulis Alquran, maka Nabi sangat menghargai kepandaian menulis dan membaca. Pada perang Badar orang-orang musyrikin yang ditawan oleh Nabi, yang tidak mampu menebus dirinya dengan uang, tetapi pandai tulis baca, masing-masing diharuskan mengajar sepuluh orang muslim menulis dan membaca sebagai ganti tebusan.
Karena itu bertambahlah keyakinan untuk belajar menulis dan membaca dan bertambah banyaklah yang pandai menulis dan membaca, dan banyaklah pula orang-orang yang menulis ayat-ayat yang telah diturunkan. Nabi sendiri mempunyai beberapa orang penulis yang bertugas menuliskan Alquran untuk beliau. Penulis-penulis beliau yang terkenal ialah Ali bin Abu Talib, Usman bin Affan, Ubay bin Kaab, Zaid bin Sabit dan Muawiah. Yang terbanyak menuliskan ialah Zaid bin Sabit dan Muawiah.
Dengan demikian terdapatlah di masa Nabi tiga unsur yang tolong menolong memelihara Alquran yang telah diturunkan itu, yaitu:
1. Hafalan dari mereka yang hafal Alquran
2. Naskah-naskah yang ditulis untuk Nabi.
3. Naskah-naskah yang ditulis oleh mereka yang pandai menulis dan membaca untuk mereka masing-masing.
Dalam pada itu oleh Jibril diadakan ulangan (repitisi) sekali setahun. Waktu ulangan itu Nabi disuruh mengulang, memperdengarkan Alquran yang telah diturunkan. Di tahun beliau wafat ulangan itu diadakan oleh Jibril dua kali.
Nabi sendiri sering pula mengadakan ulangan itu terhadap sahabat-sahabatnya, maka sahabat-sahabatnya itu disuruhnya membacakan Alquran di hadapannya, untuk membetulkan hafalan dan bacaan mereka.
Nabi baru wafat di waktu Alquran itu telah cukup diturunkan dan telah dihafal oleh ribuan manusia dan telah ditulis dengan lengkap ayat-ayatnya. Ayat-ayatnya dalam suatu surah telah disusun menurut tertib urut yang ditunjukkan sendiri oleh Nabi.
Para sahabat telah mendengar Alquran itu dari mulut Nabi berkali-kali dalam salat, dalam pidato-pidato beliau dalam pelajaran-pelajaran dan lain-lain sebagaimana Nabi sendiripun telah mendengar pula dari mereka. Pendeknya Alquranul Karim telah dijaga dan dipelihara dengan baik dan Nabi telah menjalani suatu cara yang amat praktis untuk memelihara dan menyiarkan Alquran itu sesuai dengan keadaan bangsa Arab di waktu itu.


BAB V
Kesimpulan
Al-Qur’an yang merupakan kitab suci umat Muslim, tentunya kajian akan ke aslian kitab itu sendiri sangat diperluakan. Karena selain Al-Qur’an termasuk pada rukun iman yang harus diyakini akan keberadaannya dan keasliannya sebagai pedoman dalam setiap lini kehidupan kita, juga di dalam Al-Qur’an itu sendiri banyak mengandung petunjuk yang datangnya langsung dari Tuhan. Maka dari itu mempelajari dan mengetahui akan sejarah Al-Qur’an itu sangatlah penting untuk menambah keyakinan akan keautentikan dan keaslian Al-Qur’an itu sendiri.
Dalam sejarah pemeliharaan Al-Qur’an yaitu pada masa Nabi adalah dengan menggunakan tulisan (dokumen) dan hafalan atau yang kita kenal dengan pemeliharaan dalam dada. Hal ini rasanya cukup efektif dalam rangka terjaganya Al-Qur’an itu sendiri dari perubahan-perubahan yang disebabkan kekeliruan manusia. Maka ketika sudah dengan tulisan dan hafalan maka perubahan atau keteledoran itu sangatlah tidak mungkin. Selain itu, Al-Qur’an mandapat jaminan dari Allah secara langsung.
Untuk menjaga keaslian Al-Qur’an Nabi Muhammad pada saat itu malarang kapada para sahabat untuk menulis selain Al-Qur’an yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW. karena ditakutkan akan terjadi pencampuradukan antara ayat yang telah disampaikan beliau dengan hadist-hadist yang didapat oleh para sahabat darinya. Sehingga Nabi dengan tegas melarang akan penulisan hadist kecuali unutk arsip pribadi, bukan untuk umum.
Dengan demikian tidak ada keraguan lagi bagi umat muslim untuk selalu menjadikan Al-Qur’an sebagai panduan dalam manjalani kehidupan baik dalam urusan horizontal maupun vertikal, karena kesemuanya sudah diatur oleh seng pencinpta dan tertuang dalam firmanNya di Al-Qur’anu al-karim. Wallahu A’lam Bisshowab.


[1] Zaini Syamilan, Drs. “Kewajiban Orang Beriman Terhadap Al-Qur’an” Al-Iklas. Surabaya. 1982. Hal 19
.
[2] Muhammad’Ajaj al-Khatib Usul Hadits: ‘Ulumuh wa Mustalahuh (Bairut Dar al Fikr, 1989),
[3] Zaini Syamilan, Drs. “Kewajiban Orang Beriman Terhadap Al-Qur’an” Al-Iklas. Surabaya. 1982. Hal 27
[4] Ibid Hal 31
[5] Ibid Hal 31
[6] Masih ada penafsiran yang berbeda berkenaan denga ummynya Nabi itu sendiri.


DAFTAR BACAAN
ü  Muhammad’Ajaj al-Khatib Usul Hadits: ‘Ulumuh wa Mustalahuh (Bairut Dar al Fikr, 1989)
ü  Zaini Syamilan, Drs. “Kewajiban Orang Beriman Terhadap Al-Qur’an” Al-Iklas. Surabaya. 1982. Hal 27.
ü  Wahid Abdul Ramli. Ulumul Qur’an. jakarta : PT Raja Grasindo Persada, 2002.
ü  waharjani. Pengantar Ilmu-Ilmu Al-Qur’an. yogyakarta:Lembaga Pengembangan Studi Islam UAD, 1997.

0 komentar:

Posting Komentar